Dua puluh enam tahun silam, langit Eropa menyajikan tontonan kosmik yang langka: gerhana matahari total. Namun, di balik keindahan alam yang memukau itu, terselip cerita aneh tentang kepanikan yang menyebar, khususnya di Serbia. Bukan hanya ketakutan pada kegelapan yang tiba-tiba menyelimuti siang, tapi juga kekhawatiran tak masuk akal terhadap benda mati yang sehari-hari menemani: perangkat elektronik.
Coba bayangkan adegannya: alih-alih mendongak ke langit dengan takjub, orang-orang justru sibuk mencabut colokan televisi, komputer, bahkan radio kesayangan. Jendela-jendela ditutup rapat bagai menghadapi badai dahsyat. Kabar burung tentang radiasi berbahaya yang disebarkan media lokal sukses menciptakan atmosfer paranoid. Padahal, dari sudut pandang sains, gerhana matahari dan potensi kerusakan elektronik adalah dua hal yang tak punya korelasi signifikan.
Lantas, bagaimana bisa ketakutan yang begitu irasional ini mencengkeram benak banyak orang, membuat barang-barang elektronik tak bernyawa ikut menjadi ‘korban’? Mari kita bedah lebih dalam ‘virus’ kepanikan yang sempat melanda Eropa kala itu:
“Bisikan Sesat” dari Gelombang Radio dan Cetakan Koran: Di era sebelum internet menjadi sumber utama informasi, media tradisional memiliki pengaruh yang sangat kuat. Di Serbia, sayangnya, sebagian media justru berperan sebagai ‘pembawa mimpi buruk’. Mereka meniupkan isu radiasi gerhana layaknya ancaman nuklir, sukses menanamkan ketakutan di benak masyarakat yang mungkin kurang memiliki akses ke informasi yang terverifikasi.
Jurang Kosong Pemahaman Ilmiah: Ibarat dua dunia yang berbeda, pemahaman ilmiah tentang fenomena gerhana masih menjadi barang langka bagi sebagian masyarakat. Mitos dan cerita-cerita kuno tentang pertanda buruk atau kekuatan magis lebih akrab di telinga mereka ketimbang penjelasan astronomi yang rasional. Alhasil, anggapan bahwa energi misterius saat gerhana bisa mengganggu fungsi elektronik pun dengan mudah dipercaya.
Peringatan Resmi yang Malah Membingungkan: Niat baik pemerintah untuk melindungi mata warganya dari bahaya sinar matahari langsung justru menghasilkan efek samping yang tak terduga. Ketika imbauan untuk tidak melihat gerhana tanpa pelindung dibarengi dengan saran untuk bersembunyi di rumah seolah-olah lingkungan luar terkontaminasi, pesan yang diterima menjadi kabur. Masyarakat tidak hanya takut pada cahayanya, tapi juga pada fenomena gerhana itu sendiri, termasuk dampaknya yang absurd pada gawai-gawai mereka.
Trauma Masa Lalu yang Belum Tertutup: Luka akibat konflik dan perang yang belum lama membekas di benak masyarakat Serbia menciptakan psikologis yang rentan. Dalam kondisi penuh ketidakpastian, fenomena alam yang tidak biasa seperti gerhana bisa menjadi pemicu stres tambahan, mengingatkan mereka pada masa-masa sulit dan memperkuat naluri untuk mencari keamanan di balik tembok rumah, bahkan dari ancaman yang sebenarnya tidak berdasar.
Efek Domino Pikiran (Information Cascade): Fenomena psikologis information cascade kembali menunjukkan pengaruhnya. Ketika seseorang melihat tetangganya menutup rumah dan mencabut semua perangkat elektronik, muncul tekanan psikologis untuk melakukan hal yang sama. Tindakan orang lain dianggap sebagai indikasi bahaya nyata, meskipun tanpa pemahaman yang jelas. Keputusan untuk ‘mengamankan’ elektronik pun menjadi aksi kolektif yang irasional.
Kisah 26 tahun lalu adalah ironi yang menggelitik sekaligus menyedihkan. Sebuah fenomena alam yang seharusnya membangkitkan kekaguman justru menjadi panggung bagi ketakutan yang tak masuk akal, sampai-sampai remote televisi pun ikut ‘gemetar’ ketakutan. Ini adalah pengingat penting tentang betapa krusialnya peran edukasi dan penyebaran informasi yang akurat. Di tengah derasnya arus informasi, kemampuan untuk berpikir kritis dan mencari kebenaran adalah benteng terakhir agar kita tidak mudah terperangkap dalam labirin kepanikan, bahkan ketika langit pun menyajikan pemandangan yang tak biasa.
