Oleh PixelScribe | 18 Mei 2025
🧠 “Bukan Nyata, Cuma Imajinasi”
Ada sebuah grup Facebook.
Puluhan Ribu anggota.
Judulnya terdengar seperti komunitas naskah fiksi.
Deskripsinya? “Fantasi-fantasi liar seputar hubungan keluarga.”
Tapi kalau kamu kira ini semacam forum penulis cerita aneh,
salah besar. Ini bukan fiksi. Ini bangkai.
📜 Adminnya Bikin Aturan yang Lebih Jijik dari Isi Grupnya
Admin dengan bangga tulis rules seperti:
“Dilarang posting fantasi g*y!”
“Boleh share cerita inc3st asal masih dalam batas imajinasi.”
Oh, jadi inc3st gak apa-apa, asal het3ro?
Ini bukan moral ganda. Ini moral yang udah mati ditembak dari jarak dekat.
Mereka bukan hanya berbagi cerita.
Mereka membuat lingkungan aman untuk predator.
Mereka membangun validasi sosial:
“Aku juga punya fantasi kayak kamu.”
“Cerita kamu hot banget, bro.”
Dan semua ini terjadi…
di dalam platform milik perusahaan raksasa yang katanya “komitmen pada keselamatan pengguna.”
🕵️♂️ Bukti Screenshot? Banyak. Tapi Kemana Meta?
Jurnalis dan netizen sudah share bukti:
- Screenshot komentar menjijikkan.
- Cerita yang jelas berisi adegan seksual dengan tokoh “ibu” dan “anak laki-laki”.
- Diskusi terbuka tentang “siapa yang ingin melakukannya secara nyata”.
Dan Meta?
Zzz…
Padahal mereka bisa blokir akun cuma karena kamu typo nulis “tel*njang”.
Tapi grup ini? Masih hidup.
Masih update.
Masih rekrut anggota.
Apa Facebook tunggu sampai ada korban nyata dulu baru bertindak?
💸 Meta Cuma Peduli Kalau Bahaya Itu Viral atau Mengancam Pendapatan
Yang menyuarakan soal ini bukan hanya netizen.
Sudah ada laporan ke komunitas pengawas.
Sudah ada campaign.
Sudah ada investigasi dari pembuat konten independen.
Tapi mengapa grup seperti ini masih eksis?
Karena algoritma Meta tidak dirancang untuk moralitas.
Algoritma mereka dirancang untuk:
- Retensi
- Engagement
- Monetisasi
Selama kamu nggak nyebar kekerasan eksplisit yang bikin investor panik… kamu aman.
⚠️ Yang Lebih Ngeri: Banyak Anggotanya Pakai Akun Asli
Bukan sekadar akun fake.
Banyak dari mereka adalah:
- Lelaki dewasa dengan foto keluarga di profil.
- Orang yang juga aktif di grup jual beli, komunitas parenting, bahkan grup alumni.
Jadi ini bukan hanya soal fiksi. Ini soal normalisasi.
Ketika orang bisa secara publik menjadi bagian dari grup incest-fantasy,
dan tidak ada sanksi sosial,
maka yang rusak bukan hanya grupnya. Yang rusak adalah fondasi sosial kita.
🚨 Ini Bukan Grup Iseng. Ini Sarang Potensial Predator
Psikolog forensik sudah lama memperingatkan:
“Fantasizing is a gateway.”
Ketika seseorang terus-menerus membayangkan skenario menyimpang,
maka batas antara fiksi dan realita akan makin tipis.
Apalagi jika orang tersebut
diberi ruang untuk merasa “normal”,
diberi tepuk tangan,
dan bahkan dipuji atas “kreativitas”nya.
Maka jangan heran kalau dari fantasi jadi eksekusi.
🧯 Mau Tunggu Apa Lagi, Meta?
Facebook punya AI canggih yang bisa baca wajah dari video.
Tapi gak bisa deteksi kata “adik”, “mama”, “ngent*t”, dan “fantasi” dalam satu postingan?
Please. Ini bukan kelemahan. Ini pembiaran.
Meta, you don’t get to play dumb.
You’re not a startup di garasi.
You’re a multinasional dengan triliunan dollar dan ribuan engineer.
Kalau kalian bisa deteksi pelanggaran hak cipta dalam 3 detik,
kalian juga bisa bersihkan grup kayak gini. Kalau kalian mau.
🧨 Penutup: Kita Udah Masuk Zaman Edan, Tapi Jangan Mau Jadi Bagian dari Kebusukan Ini
Grup seperti ini bukan cuma masalah “konten tak senonoh”.
Ini ancaman terhadap anak-anak kita, moral publik, dan masa depan digital.
Dan kalau kita cuma geleng-geleng kepala lalu scroll ke meme berikutnya,
kita pun bagian dari penyakit yang sama.
Kalau lo punya screenshot, bukti, atau report tentang grup seperti ini,
JANGAN DIEM.
Laporkan. Sebarkan.
Dan tekan platform untuk bertanggung jawab.
Karena kalau tidak sekarang,
besok mereka akan bilang:
“Kenapa nggak bilang dari dulu?”
Padahal kita udah teriak dari lama.
Tapi telinga mereka penuh dengan suara klik dan duit.



















