peristiwa yang menggemparkan
Kota Gunungsitoli, 14 Desember 2025 – Pengadilan Negeri Gunung Sitoli menjatuhkan vonis kepada seorang nelayan bernama Al Fella Efrizan. Ia diukur dengan hukuman penjara selama tiga tahun setelah terbukti menggunakan bom ikan dalam operasi penangkapannya. Tindakan ini tidak hanya melanggar hukum, tetapi juga dianggap mengancam kelestarian sumber daya perikanan dan lingkungan laut.
Hakim yang menangani kasus ini menjelaskan bahwa penggunaan bahan peledak untuk menangkap ikan sangat berbahaya. “Kami tidak bisa membiarkan aktivitas merusak lingkungan terus berlanjut. Keputusan ini diambil untuk menjaga kelestarian laut kita”, jelas hakim saat membacakan amar putusan. Keputusan ini disambut baik oleh berbagai pihak, terutama aktivis lingkungan yang selama ini berjuang untuk melindungi ekosistem laut.
Latar Belakang Kasus
Kasus ini dimulai pada tanggal 28 Oktober 2025 ketika Al Fella bertemu dengan koleganya, Riski, di tangkahan Haji Abul Sibolga. Pada pagi hari, sekitar pukul 4.30, mereka berdiskusi mengenai penggunaan bahan peledak untuk menangkap ikan. “Kita butuh cara yang cepat dan efektif untuk mendapatkan ikan lebih banyak,” ungkap Al Fella dalam pertemuan tersebut.
Setelah menyepakati rencana, mereka langsung mempersiapkan kapal KM Laksamana Ceng Ho untuk berlayar. Enam anak buah kapal yang bekerja dengan Al Fella pun diminta untuk bersiap-siap, meskipun beberapa dari mereka tampak ragu dan khawatir mengenai rencana yang diusulkan. “Apa kita benar-benar harus menggunakan bom untuk menangkap ikan?” tanya salah seorang ABK, mempertanyakan keputusan tersebut.
Namun, dengan berani, Al Fella meyakinkan mereka bahwa metode ini akan memberikan keuntungan finansial. “Dengan hasil yang lebih banyak, kita bisa membayar sewa kapal dan gaji kalian,” ujarnya, mencoba menggugah semangat anak buahnya agar tidak ragu.
Proses Perakitan Bom Ikan
Setelah mempersiapkan semua perlengkapan, Al Fella memimpin timnya dalam merakit bom ikan. Mereka mengumpulkan berbagai bahan, membuat sekitar 40 botol bom ikan yang berbeda ukuran. “Kita perlu hati-hati saat merakit ini, agar semuanya berfungsi dengan baik,” jelas Al Fella kepada anak buahnya.
Meskipun sejumlah ABK merasa tidak nyaman dengan proses tersebut, Al Fella berhasil meyakinkan mereka untuk melanjutkan. “Kita bisa mendapatkan hasil yang baik dan licin,” kata Al Fella, mengabaikan kekhawatiran timnya.
Kurang lebih satu jam kemudian, mereka berhasil menyelesaikan proses perakitan dan menyiapkan kapal untuk berlayar. Perasaan campur aduk menjadi saksi bisu mereka saat berlayar menuju lokasi yang ditentukan.
Aksi Penangkapan di Lautan
Setelah tiba di perairan yang disebut-sebut sebagai tempat melimpah dengan ikan, Al Fella memerintahkan anak buahnya untuk menurunkan sampan kecil dan menyiapkan jerigen berisi bom ikan rakitan. “Kita harus menemukan lokasi yang tepat sebelum melemparkan bom,” perintahnya penuh semangat.
Tak lama setelah itu, Al Fella dan anak buahnya mulai melakukan aksinya. Mereka melemparkan bom ke lokasi yang sudah dilihat dan menunggu hasil tangkapannya. Namun tindakan ini tidak berlangsung lama, karena prajurit Pangkalan Angkatan Laut Nias sedang patroli di sekitar perairan.
“Hati-hati! Kita terdeteksi!” teriak salah satu ABK ketika melihat kehadiran petugas. Mengetahui bahwa mereka telah dicurigai, Al Fella berusaha untuk tetap tenang. “Terus ambil ikan yang sudah mati. Ini kesempatan kita,” ujarnya, memerintahkan tim untuk tetap melanjutkan penangkapan.
Penangkapan oleh Petugas
Ketika aktivitas ilegal mereka terkuak, petugas Pangkalan Angkatan Laut segera mengambil tindakan. “Kami tidak bisa membiarkan praktik destruktif ini terjadi. Penangkapan harus dilakukan untuk melindungi kelestarian laut,” ungkap seorang petugas yang terlibat dalam operasi penangkapan.
Al Fella dan anak buahnya ditangkap basah ketika mereka mencoba mengambil ikan hasil tangkapan. Setelah penggerebekan, petugas segera menyita sejumlah barang bukti dari kapal, yang meliputi alat penangkapan dan bahan peledak.
Kasus ini menjadi contoh tegas untuk seluruh nelayan di wilayah tersebut, bahwa tindakan merusak akan ada konsekuensinya.
Proses Hukum dan Sidang
Al Fella dan timnya kemudian dihadapkan ke proses hukum. Selama persidangan, hakim mendengarkan kesaksian dari berbagai pihak dan menelaah bukti-bukti yang ada. Jaksa penuntut menjelaskan bahwa tindakan menggunakan bom ikan sangat melanggar hukum. “Ini bukan hanya melanggar undang-undang, tetapi juga dapat mengancam kelestarian sumber daya laut,” ujarnya.
Hakim memutuskan untuk menjatuhkan hukuman penjara selama tiga tahun serta denda sebesar Rp 100 juta kepada Al Fella. Jika tidak dibayar, denda tersebut akan digantikan dengan hukuman tambahan selama tiga bulan.
“Harapan dari keputusan ini adalah untuk memberikan efek jera, sehingga nelayan lain tidak akan terjerumus ke dalam praktik ilegal yang merusak,” kata hakim dengan tegas.
Respon Masyarakat dan Aktivis Lingkungan
Keputusan pengadilan ini telah menuai tanggapan yang beragam dari masyarakat. Beberapa aktivis lingkungan menyambut baik keputusan tersebut. “Ini adalah langkah baik dalam upaya melindungi dan melestarikan laut kita,” ungkap seorang aktivis yang selama ini memperjuangkan perlindungan terhadap sumber daya laut.
Sebaliknya, ada juga pendapat berbeda dari beberapa nelayan yang merasa keputusan ini terlalu keras. “Kami perlu mencari cara untuk hidup, kami tidak punya pilihan lain,” keluh salah seorang nelayan yang merasa keputusan ini tidak adil untuk semua nelayan yang berjuang.
Hal ini menunjukkan bahwa masalah kelestarian laut tidak hanya dapat diselesaikan dengan penegakan hukum, tetapi juga membutuhkan pendekatan yang lebih memahami kondisi sosial ekonomi masyarakat nelayan.
Meningkatkan Kesadaran dan Edukasi
Menanggapi kasus ini, pemerintah setempat berkomitmen untuk meningkatkan kesadaran di kalangan nelayan tentang konservasi laut. “Kita perlu memberikan edukasi kepada nelayan mengenai praktik penangkapan yang berkelanjutan,” tambah seorang pejabat pemerintah.
Program pelatihan dan sosialisasi akan dilakukan agar nelayan memahami dampak dari penggunaan bahan peledak. “Kami berharap dengan informasi yang lebih baik, nelayan tidak lagi terjerat dalam praktik merusak,” ujarnya.
Selain itu, upaya patrolling dan pengawasan yang lebih ketat juga dilakukan untuk mencegah praktik ilegal di masa mendatang. “Kami akan melibatkan semua pihak untuk menjaga kelestarian laut,” tambah pejabat tersebut.
Harapan untuk Masa Depan Laut
Kasus Al Fella ini menunjukkan pentingnya kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan nelayan dalam menjaga kelestarian laut. “Setiap individu memiliki peran dalam melindungi ekosistem laut kita,” kata seorang ahli dari lembaga lingkungan.
Kegiatan edukasi tentang pentingnya konservasi harus dilakukan secara berkala. “Kita perlu menanamkan rasa cinta terhadap laut di dalam diri setiap nelayan,” ungkapnya. Dengan membangun kesadaran yang lebih baik, diharapkan ke depannya tidak ada lagi praktik penangkapan ikan yang merusak.
Masyarakat setempat kini terlihat lebih peduli terhadap isu kelestarian laut. “Kami semua harus berkontribusi untuk memastikan bahwa kondisi laut tetap baik demi generasi mendatang,” seru seorang nelayan, menekankan pentingnya kolaborasi dalam menjaga sumber daya laut.
Mengubah Mindset Nelayan
Akhir kata, penting bagi masyarakat, terutama nelayan, untuk mengubah pola pikir mereka tentang menangkap ikan. Keberlanjutan harus menjadi prioritas utama. “Kita harus berusaha mencari cara yang lebih baik dan tidak merusak untuk memenuhi kebutuhan,” tambah seorang pemimpin organisasi lingkungan.
Dengan langkah-langkah yang tepat, diharapkan keseimbangan antara kebutuhan manusia dan kelestarian lingkungan dapat tercapai. “Mari kita bersatu untuk menyelamatkan laut kita,” tutupnya, menegaskan perlunya gotong royong dalam menjaga ekosistem laut.
Dengan demikian, kasus ini menjadi pengingat bagi semua orang bahwa kelestarian sumber daya alam adalah tanggung jawab bersama.



















