Israel, yang selama lebih dari satu dekade menggantungkan keamanan udaranya pada Iron Dome, kini menghadapi realitas baru. Pada serangan 15 Juni 2025, sistem ini kewalahan menghadapi lebih dari 300 proyektil yang ditembakkan Iran secara simultan. Ini bukan soal kegagalan teknis, tapi soal volume dan skenario yang memang dirancang untuk menembus sistem berlapis sekalipun.
Iron Dome Hanya Salah Satu Lapisan Pertahanan
Banyak orang berpikir Iron Dome adalah perisai tunggal Israel. Faktanya, sistem pertahanan udara Israel terbagi jadi 3 lapisan:
- Iron Dome
▸ Menangkal roket dan drone jarak pendek
▸ Jarak jangkau: hingga 70 km
▸ Efektif untuk roket seperti Qassam dari Gaza - David’s Sling
▸ Dirancang untuk rudal jelajah & balistik menengah
▸ Jarak jangkau: 40–300 km - Arrow 2 & Arrow 3
▸ Anti-rudal balistik jarak jauh, termasuk dari Iran
▸ Arrow 3 bahkan mampu hadapi target luar angkasa
➡ Nah, serangan Iran menghantam seluruh spektrum ini sekaligus, termasuk penggunaan rudal balistik yang seharusnya dicegat Arrow.
Faktor Kritis yang Membuat Iron Dome Tembus
1. Strategi “Layer Flooding”
Iran tidak hanya melempar roket biasa. Mereka menyerang dengan lapisan serangan berbeda, seperti:
- Drone kamikaze membuka serangan → radar overload
- Rudal jelajah mengikuti → mengalihkan pertahanan
- Rudal balistik datang belakangan → kill shot pada infrastruktur penting
➡ Setiap sistem dihadapkan pada tugas di luar kapasitas nominalnya.
2. Manuver dan Evasion Tactics
Beberapa rudal Iran seperti Kheibar Shekan atau Fattah punya manuver terminal (zig-zag mendekati target) — ini memecah algoritma intercept karena Tamir (rudal Iron Dome) didesain untuk lintasan roket balistik standar, bukan manuver aktif.
➡ Result: Beberapa rudal berhasil lolos dan menghantam area sipil.
3. Time-on-Target Synchronization
Iran tampaknya menggunakan teknik time-on-target: menyinkronkan waktu jatuh dari berbagai proyektil (dari arah dan kecepatan berbeda) agar mendarat dalam rentang waktu detik, menciptakan overload temporer di sistem radar dan komputerisasi intersepsi.
➡ Bukan soal satu rudal tembus, tapi kerusakan sistemik karena kebanjiran data dan prioritas target.
4. Jumlah vs Biaya: Israel Rugi di Perhitungan Ekonomi
- 1 rudal Tamir (Iron Dome): ±USD 50.000
- 1 roket Katyusha buatan Iran: ±USD 1.000
- 1 rudal balistik: tetap lebih murah dibanding total biaya intercept Tamir + sistem koordinasi
➡ Iran bermain di strategi “over-cost”: bikin Israel tekor secara ekonomi setiap kali harus membela diri.
5. Lokasi dan Perimeter Terlalu Luas
Israel tak mungkin lindungi semua titik. Tel Aviv, meski dijaga ketat, tetap rentan bila ada:
- Sudut serangan dari multiple trajectory (Iran + proksi seperti Hizbullah)
- Delay antar sistem intersepsi (Tamir perlu re-arm setelah beberapa tembakan)
➡ Beberapa rudal Iran tidak dicegat karena di luar jangkauan efektif radar Iron Dome lokal.
Apa Artinya untuk Dunia?
- Sistem berlapis bukan berarti anti-tembus.
Kalau penyerang cukup pintar dan masif, mereka tetap bisa lolos. - Era rudal murah & drone swarm sudah datang.
Satu negara bisa “melumpuhkan” sistem canggih hanya dengan volume dan presisi waktu. - Defense shift is coming.
Israel mendorong Iron Beam (laser defense) dan meng-upgrade sistem AI prediktif untuk mengurangi waktu reaksi dan beban manusia.
Israel di Titik Balik Strategi Udara
Kejadian ini menyadarkan bahkan negara sekelas Israel:
➡ Jumlah bisa mengalahkan kualitas,
➡ dan kecepatan serangan bisa mengalahkan sistem paling canggih.
Kedepannya, konflik udara akan lebih kompleks. Iron Dome tetap relevan, tapi kini dunia tahu: bahkan kubah besi bisa retak jika dihantam dari semua arah, serentak, dan dengan taktik yang matang.
