Bayangkan Anda berada di depan mesin ATM. Di dompet Anda ada dua kartu debit dari bank yang sama. Satu kartu adalah edisi terbaru yang mengilap dengan fitur contactless, sementara yang satu lagi adalah kartu lama yang sudah setia menemani bertahun-tahun.
Pertanyaannya: apakah kartu yang lebih canggih dan baru akan mengeluarkan lembaran rupiah yang nilainya lebih tinggi? Tentu saja tidak.
Debat panas soal kekuatan sinyal antara eSIM melawan kartu SIM fisik sebenarnya sesederhana analogi itu. Teknologi eSIM yang tertanam langsung di dalam ponsel memang terasa seperti sebuah lompatan ke masa depan. Tak ada lagi kepingan plastik mungil, yang ada hanyalah data yang diunduh secara magis. Kesan canggih ini secara alami melahirkan harapan bahwa kualitasnya, termasuk kekuatan sinyal, pasti ikut superior.
Namun, di dunia telekomunikasi, hukum fisika tidak peduli pada kecanggihan format.
Di Balik Mitos Teknologi Baru
Secara teknis dan mendasar, tidak ada pemenangnya dalam adu kuat sinyal ini. Keduanya imbang, karena mereka bertarung di arena yang sama dan menggunakan senjata yang identik.
Begini cara kerjanya: Baik eSIM maupun SIM fisik hanyalah sebuah ‘kunci otentikasi’. Tugas mereka satu: memverifikasi identitas Anda ke jaringan milik operator seluler. Setelah identitas Anda terverifikasi, ponsel Anda akan diizinkan untuk terhubung ke menara pemancar (BTS) terdekat.
Kunci masalahnya ada di sini. ‘Pintu gerbang’ menuju sinyal—yaitu menara BTS, frekuensi radio, dan seluruh infrastruktur jaringan—adalah milik operator, dan pintu itu sama untuk semua jenis ‘kunci’, baik itu fisik maupun digital.
Artinya, kualitas sinyal yang Anda dapatkan tidak ditentukan oleh jenis SIM yang Anda gunakan, melainkan oleh faktor-faktor eksternal yang sudah kita kenal sejak lama:
- Kualitas Jaringan Provider: Seberapa luas dan kuat jangkauan operator di lokasi Anda? Inilah faktor nomor satu.
- Lokasi Geografis: Apakah Anda di tengah kota Batam yang padat menara sinyal, atau sedang berada di pantai terpencil di Pulau Galang? Jarak adalah penentu utama.
- Hambatan Fisik: Dinding tebal di kawasan industri, atau kontur perbukitan adalah penghalang sinyal yang nyata bagi semua jenis SIM.
- Perangkat Ponsel: Kualitas antena internal pada ponsel Anda juga memegang peranan penting.
Seorang pengguna eSIM dan pengguna SIM fisik yang berdiri bersebelahan di lokasi yang sama, menggunakan operator yang sama, akan mendapatkan kualitas sinyal yang relatif sama. Jika yang satu sinyalnya lemah, yang lain pun akan bernasib serupa.
Jadi, Apa Gunanya eSIM?
Jika bukan untuk kekuatan sinyal, lalu untuk apa? Jawabannya adalah kepraktisan dan fleksibilitas. eSIM menawarkan kemudahan luar biasa untuk berganti operator tanpa harus mencari gerai fisik, sangat ideal bagi pelancong atau mereka yang butuh lebih dari satu nomor aktif.
Pada akhirnya, jangan berharap mengganti kartu SIM fisik ke eSIM akan secara ajaib menambah bar sinyal Anda. Itu sama saja seperti berharap kartu debit baru bisa menambah saldo di rekening bank Anda.
Yang terpenting bukanlah jenis ‘kartu’-nya, melainkan seberapa andal ‘bank’ (baca: operator seluler) yang Anda percaya untuk menjaga koneksi Anda tetap stabil.



















