8 Mei 2025 mencatatkan kembali satu tonggak sejarah dalam dunia kripto: harga Bitcoin menembus $103.000 atau setara Rp 1,7 miliar — sebuah pencapaian yang belum terlihat sejak Februari lalu. Namun, yang menarik dari pergerakan ini bukan hanya angka rekor, tapi faktor pemicunya: Donald Trump.
Ya, bukan inovasi teknologi baru, bukan upgrade jaringan Bitcoin, bahkan bukan regulasi yang mendukung adopsi kripto. Kenaikan tajam ini didorong oleh pernyataan politik: pengumuman kesepakatan dagang AS–Inggris dan rencana pertemuan Trump dengan Presiden China, Xi Jinping.
Diplomasi Mengalahkan Desentralisasi
Pasar kripto, yang sering disebut sebagai “hedge against central bank policy”, kali ini justru menunjukkan betapa erat hubungannya dengan narasi politik global. Sentimen investor langsung berubah dari hati-hati menjadi optimis begitu ada angin segar dari Gedung Putih.
Dalam waktu 24 jam, Bitcoin naik 5%, Ethereum melesat 13%, Solana dan XRP ikut menguat signifikan. Momentum ini menunjukkan bahwa kripto telah menjadi aset geopolitik, bukan sekadar aset digital.
Dari “Tarif Trump” ke Rebound
Namun jika kita tarik mundur sedikit, narasi ini sebenarnya bagian dari drama panjang yang dimulai awal April lalu. Saat itu, Trump meluncurkan tarif resiprokal terhadap negara-negara mitra dagang utama — mulai dari China (34%) hingga Indonesia (32%).
Kebijakan ini sempat mengguncang pasar global: S&P 500 anjlok 12%, dan Bitcoin ikut merosot 11% dalam sepekan. Ketakutan akan inflasi dan gangguan rantai pasok mencuat, sementara investor berbondong-bondong menarik aset dari instrumen berisiko.
Namun, tepat ketika tekanan mencapai puncak, Trump mengumumkan jeda 90 hari terhadap sebagian besar tarif — kecuali China. Narasi pun bergeser. Dari krisis menjadi kemungkinan perdamaian. Pasar pun menyambut perubahan arah ini dengan rally signifikan.
Apa Artinya untuk Investor?
Bagi investor kripto, lonjakan harga ini bukan sekadar peluang ambil untung, tapi juga peringatan bahwa volatilitas pasar bisa dipicu oleh faktor eksternal yang tak bisa dikendalikan oleh teknologi.
Meski ekosistem kripto terus berkembang — dengan Ethereum 2.0, adopsi layer 2, dan perkembangan DeFi — tetap saja, pernyataan satu kepala negara bisa menggeser nilai pasar triliunan dolar dalam semalam.
Dengan rencana pertemuan Trump dan Xi Jinping di Jenewa akhir pekan ini, pasar kini berada dalam mode “wait and see”. Jika hasilnya positif, Bitcoin berpotensi menembus rekor-rekor baru. Tapi jika diplomasi gagal, koreksi bisa datang secepat lonjakan sebelumnya.
Kesimpulan: Kripto Bukan Lagi Dunia Terisolasi
Kenaikan Bitcoin ke Rp 1,7 miliar menjadi bukti bahwa kripto kini bukan lagi zona eksklusif geek dan developer. Ia telah menjadi bagian dari dinamika ekonomi global, berdampingan dengan saham, emas, dan kebijakan fiskal.
Bitcoin hari ini adalah cermin dari ekspektasi masa depan. Dan masa depan itu, suka tidak suka, masih sangat ditentukan oleh kekuatan politik, bukan hanya oleh kekuatan algoritma.



















