NTB – Berita mengenai Iwas alias Agus Buntung, seorang pemuda disabilitas berusia 21 tahun yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan pemerkosaan, telah menarik perhatian luas di kalangan masyarakat. Penetapan ini diumumkan oleh Ditreskrimum Polda NTB pada 29 November 2024, dan langsung menimbulkan diskusi hangat tentang keadilan dan perlakuan terhadap individu dengan disabilitas di Indonesia.
Agus dituduh melakukan pemerkosaan terhadap dua wanita, salah satunya seorang mahasiswi, di sebuah penginapan di Mataram. Menurut pihak kepolisian, tindakan tersebut terjadi setelah Agus bertemu dengan korban di lokasi tersebut. “Kami telah mengumpulkan dua alat bukti yang cukup untuk menetapkan Agus sebagai tersangka,” kata AKBP Ni Made Pujawati.
Namun, banyak masyarakat yang skeptis terhadap tuduhan ini, mengingat kondisi fisik Agus yang tidak memiliki kedua lengan. Dalam sebuah wawancara, Agus mengekspresikan keheranannya. “Saya ingin orang-orang tahu bahwa saya tidak mungkin melakukan kekerasan seksual. Saya bahkan tidak bisa berpakaian tanpa bantuan orang tua,” ungkap Agus.
Reaksi masyarakat pun beragam. Sebagian mendukung penegakan hukum yang tegas, sementara yang lain menganggap bahwa kasus ini mencerminkan kurangnya pemahaman tentang disabilitas. Aktivis hak asasi manusia menyerukan perlunya investigasi yang lebih mendalam dan transparan. “Kita harus memastikan bahwa proses hukum dilakukan dengan adil, terutama untuk individu dengan disabilitas,” ujar seorang aktivis.
Agus dan keluarganya kini berharap agar fakta-fakta yang ada dapat terungkap dan keadilan ditegakkan. “Saya hanya ingin semuanya jelas. Saya tidak bersalah,” kata Agus dengan penuh harapan.
Kasus ini juga menyoroti pentingnya perlindungan hukum bagi individu dengan disabilitas. Masyarakat diharapkan dapat lebih peka dan memahami situasi yang dihadapi oleh individu dengan kondisi fisik yang berbeda, terutama dalam konteks hukum.