Chegg Gulung Tikar, Kalah Bersaing dengan ChatGPT dalam Bisnis Bimbel Online

Illustrasi Bisnis Gulung Tikar akibat Chatgpt

Perusahaan bimbingan belajar online asal Amerika Serikat, Chegg, baru-baru ini menghadapi keruntuhan besar setelah berjuang melawan ChatGPT, chatbot berbasis kecerdasan buatan (AI) yang kini digunakan oleh pelajar di seluruh dunia untuk membantu mereka dalam belajar. Keputusan untuk mengabaikan potensi besar dari AI generatif telah menjadi kesalahan besar yang akhirnya berujung pada kebangkrutan perusahaan ini.

Kehilangan Pelanggan yang Signifikan

Sejak hadirnya ChatGPT, Chegg mengalami penurunan drastis dalam jumlah pelanggan. Pada puncaknya, lebih dari 500.000 pelanggan yang sebelumnya setia menggunakan layanan bimbingan belajar Chegg memilih untuk membatalkan langganannya. ChatGPT, dengan kemampuan memberikan jawaban instan dan akurat berdasarkan teknologi GPT-4 dari OpenAI, semakin digemari oleh pelajar yang membutuhkan bantuan belajar tanpa perlu mengeluarkan biaya berlangganan bulanan.

Chegg, yang sebelumnya memiliki model bisnis dengan biaya langganan sekitar 19,95 dollar AS per bulan (sekitar Rp 314.536), menawarkan jawaban untuk soal-soal pelajaran dan konsultasi dengan pakar. Namun, kehadiran ChatGPT membuat banyak pelajar merasa tidak perlu lagi mengeluarkan uang untuk bimbingan belajar ketika mereka bisa mendapatkan jawaban secara gratis dan instan menggunakan teknologi AI.

Harga Saham Chegg Anjlok

Sebagai akibat dari kehilangan pelanggan tersebut, harga saham Chegg terjun bebas hingga 99 persen. Saham yang sempat diperdagangkan di level tertinggi 113,51 dollar AS (sekitar Rp 1,7 juta) pada 2021, kini terjun ke level 1,86 dollar AS (sekitar Rp 29.315). Penurunan harga saham yang tajam ini menunjukkan betapa besar dampak dari ChatGPT terhadap bisnis model lama seperti Chegg.

Upaya Terlambat Mengadaptasi AI

Chegg sebenarnya menyadari bahwa AI bisa menjadi solusi untuk tetap bersaing di pasar yang semakin bergantung pada teknologi digital. Pada tahun 2022, tim internal Chegg telah mengusulkan agar AI dimanfaatkan untuk memberikan jawaban otomatis. Namun, ide tersebut ditolak oleh manajemen perusahaan yang tidak memprediksi bahwa teknologi seperti ChatGPT akan berkembang pesat dan mengancam eksistensi mereka.

Setelah ChatGPT mulai digunakan secara masif oleh pelajar, data internal Chegg menunjukkan bahwa pelanggan mereka semakin beralih ke platform AI generatif tersebut, yang dianggap lebih efisien dan efektif dalam memberikan jawaban. Bahkan, kemampuan GPT-4 dalam menjawab soal dinilai lebih unggul dari layanan yang diberikan oleh para pakar manusia di Chegg.

Kolaborasi yang Gagal dengan OpenAI

Untuk mengatasi masalah ini, Chegg mencoba berkolaborasi dengan OpenAI pada tahun 2024. Mereka mengembangkan Cheggmate, layanan yang menggabungkan teknologi GPT-4 dengan database soal yang ada di Chegg. Namun, upaya ini gagal total, karena meskipun platform ini memungkinkan pengguna untuk mendapatkan jawaban, ChatGPT tetap lebih unggul dan menjadi pilihan utama para pelajar.

Pengurangan Karyawan dan Perubahan Manajemen

Pada Juni 2024, Dan Rosensweig, CEO Chegg, mengundurkan diri setelah saham perusahaan anjlok. Chegg kemudian dipimpin oleh Nathan Schultz, yang memutuskan untuk memangkas 441 karyawan dan mencoba fokus pada ekspansi internasional serta menawarkan layanan yang lebih beragam daripada sekadar penyedia jawaban PR. Namun, meskipun langkah ini dilakukan, Chegg tetap kesulitan mempertahankan eksistensinya di pasar yang kini dikuasai oleh AI.

Ke Depan, Apa yang Harus Dilakukan oleh Bimbel Online?

Keberhasilan ChatGPT dalam merebut hati para pelajar memberikan pelajaran penting bagi perusahaan bimbel online lainnya. Kecerdasan buatan kini bukan lagi sekadar pilihan, tetapi sudah menjadi keharusan bagi platform pendidikan untuk bertahan. Perusahaan-perusahaan ini harus segera beradaptasi dan memanfaatkan AI generatif untuk memberikan pengalaman belajar yang lebih efisien dan menarik.

Chegg, yang sudah lama menjadi pemain utama di dunia bimbingan online, gagal untuk melihat potensi perubahan yang dibawa oleh teknologi AI. Kini, mereka harus belajar dari kesalahan dan mungkin mencari cara untuk berkolaborasi dengan AI dalam membangun kembali layanan mereka.

ChatGPT bukan hanya sebuah ancaman, tetapi juga peluang. Perusahaan yang ingin tetap relevan di era digital harus berpikir lebih kreatif dan mengintegrasikan teknologi AI dalam layanan mereka untuk menawarkan solusi belajar yang lebih cepat dan efektif.

Kesimpulan

Perusahaan bimbel online yang tidak mampu beradaptasi dengan perkembangan teknologi AI seperti ChatGPT akan menghadapi kesulitan besar, sebagaimana yang dialami oleh Chegg. Sementara itu, platform pendidikan yang memanfaatkan AI untuk memperkaya pengalaman belajar pelajar akan terus berkembang dan mendominasi pasar di masa depan.

Exit mobile version