Kuansing, 29 Oktober 2024 – Di sebuah desa kecil di Cerenti, Kuantan Singingi, sebuah tragedi menggemparkan terjadi ketika Martinus (42) ditangkap setelah menikam tetangganya, Amri (56), hingga tewas. Kejadian ini berawal dari kecurigaan Martinus bahwa Amri telah menyantetnya, memicu tindakan brutal yang berujung pada hilangnya nyawa.
Latar Belakang Kejadian
Martinus, yang dikenal sebagai warga biasa, mulai merasa tidak nyaman ketika ia sering mengalami sakit kepala dan nyeri di leher. Keresahan ini semakin memburuk ketika ia melihat Amri melakukan ritual yang dianggapnya sebagai praktik mengirim santet. Menurut pengakuan Martinus, ia beberapa kali melihat Amri memukulkan kelopak bunga kelapa, yang menurut kepercayaan setempat, diyakini dapat digunakan dalam praktik santet.
Proses Penangkapan
Setelah insiden penikaman yang terjadi pada akhir pekan lalu, Martinus melarikan diri ke Soralangun, Jambi. Namun, polisi tidak membutuhkan waktu lama untuk menangkapnya. Tim Satreskrim Polres Kuansing berhasil meringkus pelaku pada Sabtu (26/10/2024). Dalam interogasi, Martinus mengaku bahwa tindakan tersebut didorong oleh rasa sakit dan kemarahan yang terus mengganggunya.
Kapolres Kuantan Singingi, AKBP Pangucap, menjelaskan bahwa peristiwa ini bukan hanya tentang penganiayaan, tetapi juga mencerminkan kompleksitas psikologis yang dialami pelaku. “Pelaku merasa tertekan dan curiga, sehingga mengambil keputusan yang sangat fatal,” ujarnya.
Reaksi Masyarakat
Berita tentang penikaman ini cepat menyebar di media sosial dan mendapatkan perhatian luas dari masyarakat. Banyak yang merasa prihatin dengan apa yang terjadi, sementara yang lain mengungkapkan kekhawatiran tentang kepercayaan mistis yang masih kuat di kalangan masyarakat. “Kita harus mulai berbicara tentang bagaimana kepercayaan seperti ini bisa berdampak negatif pada kehidupan kita,” ungkap seorang aktivis lokal.
Implikasi Hukum
Martinus kini dijerat dengan Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan dan Pasal 340 tentang pembunuhan berencana. Jika terbukti bersalah, ia bisa menghadapi hukuman maksimal seumur hidup atau bahkan hukuman mati. Kasus ini menyoroti perlunya sikap tegas terhadap kekerasan, serta bagaimana kepercayaan yang tidak berdasar bisa memicu tindakan yang merugikan.
Kesimpulan
Tragedi di Kuansing ini menunjukkan betapa rapuhnya batas antara kepercayaan dan tindakan. Sebuah tindakan yang dipicu oleh ketakutan dan kecurigaan bisa berujung pada kehilangan nyawa. Masyarakat perlu lebih sadar akan dampak dari kepercayaan mistis dan pentingnya dialog terbuka untuk mencegah tragedi serupa terulang di masa depan.