Qualcomm, perusahaan raksasa di dunia chipset, kini menghadapi ancaman yang serius terhadap keberlanjutan produknya, terutama pada lini flagship-nya, yaitu Snapdragon 8 Elite. Hal ini bermula dari keputusan ARM, perusahaan asal Inggris yang selama ini memasok arsitektur mikroprosesor, untuk mencabut lisensi Qualcomm. Lisensi tersebut merupakan landasan dalam pengembangan CPU Oryon yang menjadi andalan Snapdragon 8 Elite, produk terbaru Qualcomm yang disiapkan untuk menghadirkan performa tinggi pada perangkat Android kelas atas.
Snapdragon 8 Elite ini dirilis pada Oktober 2024, dengan keunggulan utama berupa fabrikasi 3 nanometer (nm), yang memungkinkan peningkatan performa serta efisiensi daya dibandingkan generasi sebelumnya. Chipset ini diperkuat dengan CPU Oryon, sebuah inovasi yang menggantikan CPU Kyro yang digunakan dalam seri Snapdragon sebelumnya. Dalam konfigurasi Oryon, Snapdragon 8 Elite menawarkan performa tangguh, terdiri dari 2 inti utama (prime core) yang mampu bekerja hingga 4,32 GHz, dan 6 inti kinerja dengan kecepatan hingga 3,53 GHz. Dengan spesifikasi ini, Snapdragon 8 Elite diproyeksikan akan menjadi chipset andalan untuk berbagai smartphone flagship dari merek besar seperti Samsung, Xiaomi, OnePlus, dan lainnya pada tahun 2024 dan 2025.
Namun, masalah muncul akibat akuisisi Qualcomm terhadap Nuvia, perusahaan yang sebelumnya mengantongi lisensi arsitektur ARM khusus untuk CPU server. Ketika Qualcomm mengakuisisi Nuvia pada tahun 2021, lisensi ini dimanfaatkan untuk mengembangkan CPU mobile, yaitu CPU Oryon. ARM menilai hal ini melanggar perjanjian karena lisensi untuk server berbeda dari lisensi untuk CPU mobile. Sengketa ini membuat ARM mencabut lisensi Nuvia pada Februari 2023, sehingga mengancam keberlanjutan CPU Oryon pada Snapdragon 8 Elite dan Snapdragon X Elite, produk Qualcomm lainnya untuk laptop.
Dalam waktu 60 hari, Qualcomm harus mencapai kesepakatan baru dengan ARM agar tetap dapat menggunakan arsitektur tersebut, atau mereka akan terancam kehilangan hak penggunaan arsitektur ARM dalam pengembangan CPU Oryon. Pencabutan lisensi ini juga menjadi tantangan bagi produsen smartphone Android yang telah merencanakan penggunaan Snapdragon 8 Elite dalam produk flagship mereka, karena mereka mungkin harus beralih ke solusi chipset alternatif, yang bisa menghambat produksi dan peluncuran perangkat.
Qualcomm menanggapi ancaman pencabutan lisensi ini sebagai langkah yang tidak berdasar dari ARM. Perwakilan Qualcomm menyebut ARM menggunakan “taktik putus asa” dalam upaya meningkatkan tarif royalti, dan yakin bahwa mereka akan memenangkan kasus ini dalam persidangan yang dijadwalkan Desember 2024. Akan tetapi, situasi ini membuka peluang bagi MediaTek untuk meningkatkan kehadirannya di segmen smartphone flagship, yang hingga kini didominasi Qualcomm.
Dalam skenario terburuk, Qualcomm mungkin harus merancang arsitektur prosesor baru yang tidak bergantung pada ARM, meskipun langkah ini membutuhkan waktu dan investasi besar. Dengan ketidakpastian ini, masa depan Snapdragon 8 Elite dan keberlangsungan dominasi Qualcomm dalam pasar chipset flagship Android menjadi tanda tanya besar, dan bisa membuka jalan bagi persaingan baru di industri chipset global.