Jakarta – Dunia teknologi tiba-tiba diguncang oleh sebuah kabar yang mengejutkan: Pavel Durov, pendiri dan CEO Telegram, ditangkap oleh otoritas Prancis saat baru saja turun dari jet pribadinya di bandara Le Bourget, Paris. Penangkapan ini memicu kegemparan di seluruh dunia, terutama mengingat reputasi Durov sebagai sosok yang cerdas dan sangat berhati-hati dalam mengatur perjalanan internasionalnya.
Selama bertahun-tahun, Durov telah dikenal sebagai pengusaha teknologi yang selalu menghindari negara-negara dengan regulasi ketat terhadap platform digital. Ia lebih memilih untuk beroperasi dan melakukan perjalanan di wilayah yang dianggap lebih aman, seperti Uni Emirat Arab, yang menjadi kantor pusat Telegram, serta negara-negara bekas Uni Soviet dan Amerika Selatan. Wilayah-wilayah ini dipilihnya karena lebih longgar dalam penegakan hukum terkait aktivitas di platform digital.
Namun, sebuah keputusan yang membingungkan terjadi ketika Durov memilih untuk mendarat di Prancis, sebuah negara yang telah lama mengeluarkan surat perintah penangkapannya. OFMIN, sebuah unit khusus dari kepolisian yudisial Prancis, telah mengeluarkan perintah tersebut dengan tuduhan kurangnya kerja sama Durov dengan otoritas hukum setempat. Selain itu, ia juga diduga terlibat dalam berbagai kejahatan serius yang diduga terjadi melalui platform Telegram, seperti perdagangan narkoba, pedofilia, terorisme, dan penipuan. Tuduhan ini telah lama menjadi sorotan dalam dunia digital, di mana Telegram sering dianggap sebagai ‘tempat aman’ bagi aktivitas ilegal.
Penangkapan ini menjadi lebih mengejutkan ketika diketahui bahwa surat perintah tersebut hanya berlaku di wilayah Prancis. Durov, yang selama ini dikenal cerdas dalam menghindari wilayah berbahaya, justru seolah-olah menyerahkan dirinya dengan mendarat di negara tersebut. Langkah ini membuat banyak pihak, termasuk aparat keamanan dan media, merasa bingung. “Dia membuat kesalahan besar malam ini,” ujar seorang sumber yang dekat dengan penyelidikan kepada media Prancis, TF1.
Banyak spekulasi bermunculan mengenai alasan di balik keputusan Durov untuk mendarat di Prancis. Apakah ini sebuah kesalahan dalam perencanaan perjalanan? Apakah penerbangan ini seharusnya hanya sebagai persinggahan sementara? Atau apakah ada alasan lain yang lebih dalam yang belum terungkap ke publik? Hingga saat ini, alasan pasti di balik keputusan tersebut masih menjadi misteri yang belum terpecahkan.
Telegram, sebagai perusahaan yang didirikan oleh Durov, segera merilis pernyataan resmi yang membela diri dari tuduhan yang dialamatkan kepada pendirinya. Mereka menyatakan bahwa platform mereka telah mematuhi standar industri yang ketat dan selalu berupaya untuk meningkatkan moderasi konten. “Tak masuk akal untuk mengklaim bahwa sebuah platform atau pemiliknya bertanggung jawab atas penyalahgunaan platform tersebut,” ujar Telegram dalam pernyataannya. Mereka juga menambahkan bahwa Durov sering melakukan perjalanan ke Eropa dan selalu mematuhi hukum Uni Eropa, termasuk Undang-Undang Layanan Digital yang baru-baru ini diberlakukan untuk memastikan lingkungan online yang lebih aman dan bertanggung jawab.
Lebih dari itu, Telegram menegaskan bahwa hampir satu miliar pengguna di seluruh dunia menggunakan platform mereka sebagai sarana komunikasi dan sumber informasi penting. Mereka juga menekankan komitmen mereka untuk terus mendukung pengguna di seluruh dunia, meskipun pendirinya kini menghadapi tantangan hukum yang serius.
Penangkapan ini menjadi ujian berat bagi Telegram dan Durov, terutama dalam menghadapi tekanan dari pemerintah dan regulator di seluruh dunia yang semakin ketat dalam mengawasi aktivitas digital. Bagaimana masa depan Telegram dan peran Pavel Durov di perusahaan ini akan berkembang, masih menjadi pertanyaan besar yang dinantikan jawabannya oleh banyak pihak di seluruh dunia.